Budaya Rejang Lebong yang Bernilai Tinggi

Budaya Rejang Lebong yang Bernilai Tinggi

Budaya Rejang merupakan budaya yang dianut oleh suku Rejang di wilayah Rejang yang sekarang menjadi Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Rejang Lebong, dan Kabupaten Bengkulu Utara.

Suku Rejang menempati Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi terbesar kedua di Provinsi Bengkulu, suku ini adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. 

Ini dikarenakan kultur masyarakat Rejang yang mudah menerima pendapat di luar tradisi dan kebudayaan mereka, dan ini membuat kelompok etnis ini relatif cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan kemajuan kehidupan modern. 

Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dahulu suku Rejang memiliki adat-istiadat yang bersumber dari adat-istiadat suku-suku perantauan yang menetap di wilayah mereka. Karena suku Rejang sudah banyak menempuh pendidikan tinggi seperti ilmu pendidikan keguruan, ilmu kesehatan, ilmu hukum, ilmu ekonomi, sastra, dan lain-lain. 

Banyak yang telah menekuni profesi sebagai pegawai negeri, pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan berbagai profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era sekarang ini. 

Mereka sudah banyak meninggal adat-istiadat yang tidak efektif lagi sebagai pedoman untuk menjalani kehidupan. Mereka lebih mementingkan ilmu pengetahuan modern berupa aturan hukum yang berlaku di Indonesa yang sah sebagai pedoman mereka menjalani kehidupan.

Baca juga: Macam- macam Konveksi Baju

Sistem Kekerabatan yang Dianut

Masyarakat suku rejang menganut hubungan kekerabatan patrilineal. Mereka mengenal sistem kesatuan sosial yang bersifat teritorial genealogis (persekutuan hukum berdasarkan keturunan dan tempat kelahiran) yang disebut mego (marga). 

Penggolongan pertama masyarakat Rejang pada zaman dahulu terdiri dari golongan bangsawan (raja-raja dan kepala marga). Golongan kedua adalah kepala dusun yang disebut tuwi kutei, dan golongan ketiga disebut golongan tun dewyo atau orang biasa. 

Golongan yang dihormati adalah para pedito (rohaniawan) yang biasanya memiliki kemampuan supranatural.

Dengan menganut sistem ini, maka Suku Rejang dapat dikatakan berbeda dengan kehidupan Melayu pada umumnya yang menganut hubungan matrilineal.

Sistem Kepercayaan Suku Rejang

Sebelum adanya Islam di Nusantara, suku Rejang menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Dalam bukunya karya Antonie Cabaton, orang Rejang dalam jangka waktu tertentu memberi persembahan berupa beras dan buah-buahan pada gunung Kaba yang dimuliakan mereka. 

Memasuki abad ke-16, Islam mulai masuk dan diperkenalkan di Bengkulu oleh pendatang dari Banten, Aceh, dan Minangkabau yang berniaga ke daerah tersebut. Kemudian memperluas pengaruhnya ke wilayah Rejang. Termasuk bangsa dari Eropa dengan Kristenisasi juga menyebarkan doktrinnya kepada suku Rejang.

Saat ini, kehidupan di Rejang Lebong lebih multikultur dengan berbagai agama dan kepercayaan yang dianut.

Hukum yang Berlaku

Peradaban yang tinggi sudah dikenal oleh masyarakat suku Rejang. Sebelum Belanda menduduki kawasan ini, dulunya mereka sudah memiliki sistem pemerintahan yang cukup maju. Sehingga tak heran jika mereka juga memiliki tatanan hukum yang dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya.

Suku Rejang mengenal hukum denda dan hukum mati. Semakin berat tindak kejahatan, semakin besar denda yang dibebankan kepada pelaku kejahatan tersebut. Jika tidak terampuni lagi, suku Rejang memberlakukan hukuman mati. 

Si pelaku dibunuh sesuai ketetapan yang disepakati bersama oleh kaum bangsawan Rejang. Namun, hukum ini tidak berlaku lagi setelah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka berpedoman kepada hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan perundang-undangan yang disahkan keberadaannya.

Tata Adat Pernikahan Suku Rejang

Suku Rejang yang berada di Rejang Lebong memiliki tata cara adat pernikahan yang unik. Ada tiga istilah yang banyak dipakai di sini.

  1. Semeno: Pihak laki-laki selaku suami hidup di keluarga pihak perempuan selaku istri setelah pernikahan disahkan. Pihak laki-laki tersebut berkewajiban menafkahi istri dan menuruti perintah dari keluarga perempuan dalam menjalani kehidupan selama dalam ikatan pernikahan.
  2. Beleket: Pihak laki-laki memiliki wewenang penuh dalam mengatur urusan rumah tangganya tanpa ada turut campur dari keluarga pihak perempuan setelah disahkan pernikahan. 

Biasanya, adat pernikahan ini berlaku jika pihak laki-laki selaku suami memenuhi segala kesepakatan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan oleh keluarga pihak perempuan supaya dapat memperistri si perempuan. Kesepakatan yang biasa diterapkan kaum bangsawan yang menikahi kaum rakyat jelata.

  1. Semeno rajo-rajo: Kesepakatan yang membebaskan pihak laki-laki dan pihak perempuan selaku suami dan istri untuk menjalani hidup sesuai dengan keinginan mereka masing-masing untuk memilih di lingkungan keluarga mana yang diinginkan tanpa terikat aturan dari pihak keluarga mana pun. 

Pernikahan jenis ini biasa terjadi di antara orang-orang dengan status sosial yang setara, biasanya juga diterapkan dalam kehidupan kaum bangsawan Rejang.

Unik sekali ya kehidupan bermasyarakat suku Rejang di Rejang Lebong Bengkulu ini, semoga berita Rejang Lebong ini bermanfaat!